PENEMUAN MANUSIA PURBA DAN BUDAYANYA

PENEMUAN MANUSIA PURBA DAN HASIL BUDAYANYA

Penemuan manusia purba diawali dengan kegiatan excavasi / penggalian di tempat-tempat yang diyakini terdapat fosil-fosil manusia purba. penggalian dilakukan dengan teknik arkeologi agar fosi tidak mengalami kerusakan. setelah digali, maka fosil akan dibersihkan dengan bahan-bahan kimia tertentu, agar unsur-unsurnya tdk mengalami kerusakan. Langkah selanjutnya adalah merekonstruksi / menyusun lagi fosil-fosil seprti pada saat ditemukan.
Penelitian ilmiah mengenai fosil dimulai pada akhir abad ke-19. Penelitian Paleoantropologi manusia purba di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu 1889-1909, 1931-1941, dan 1952 hingga sekarang.
Eugone Dubois menduga bahwa manusia purba pasti hidup di daerah tropis. Menurutnya, hal ini disebabkan perubahan iklim sepanjang sejarah tidak banyak dan di daerah tropis pula monyet serta kera masih banyak yang hidup


Ø  Jenis-jenis Manusia Purba dan Penemuanya


Charles Darwin menyatakan perkembangan manusia dengan teori evolusi manusianya. Manusia pertama diperkirakan muncul pada zaman pleistosen bawah , kurang lebih 600.000 tahun sampai 300.000 tahun yang lalu.


· Meganthropus paleojavanicus
Megantropus Paleo Javanicus, berasal dari kata mega : besar, Paleo : tua dan Java : Jawa, yang berarti manusia besar/raksasa yang diperkirakan manusia pertama yang hidup di Jawa.
Ditemukan oleh Ralph von Koeningswald pada tahun 1936-1941 di daerah Sangiran
(Kabupaten Sragen, Jawa Tengah).
Ciri-cirinya:
- Dianggap paling tua (hidup antara 2 sampai 1 juta tahun yang lalu)
- bentuk fisik yang besar
- Rahang nya kuat, mempunyai badan yang tegap dan geraham yang besar
- Makanannya tumbuhan
- Muka terkesan kuat
- Tulang pipi tebal, dagu tidak ada
- Tonjolan kening mencolok
- Tonjolan belakang kepala tajam
- Volume otaknya sekitar 1000cc
- Otot-otot tengkuk kuat dan
- Tonjolan kening yang menyolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam dan besar untuk otot-otot tengkuk yang kuat


· Pithecantropus
Fosil jenis Pithecantropus ini ternyata paling banyak ditemukan di Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa kala pleistosen di Indonesia didominasi oleh manusia Pithecantropus. Pithecantropus hidup di kala pleistosen awal, tengah, dan akhir.

Ditemukan oleh Weidenreich dan Ralph von Koeningswald pada tahun 1936 di daerah Mojokerto, Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Hidupnya di lembah-lembah atau di kaki pegunungan dekat perairan darat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Ciri-cirinya :
- tubuh berkisar antara 165 - 180 cm
- dengan badan dan anggota badan yang tegap, tetapi tidak setegap Meganthropus
- Dagu belum ada dan hidungnya lebar
- Volume otaknya berkisar antara 750 - 1300 cc
- hidup antara 2 juta - 200.000 tahun yang lalu

                Jenis – jenisnya antara lain :
1)      Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto, ditemukan oleh Von Koenigswald di Mojokerto tahun 1936 pada lapisan pleistosen bawah.

2)      Pithecantropus Robustus, artinya manusia kera yang perkasa; ditemukan oleh Von Koenigswald dan F.Weidenrich pada tahun 1939 ada pada lapisan pleistosen tengah di lembah Bengawan Solo, Sangiran, Jawa Tengah.

3)      Pithecantropus Erectus, (pithecos = kera; Erectus = berdiri tegak; manusia kera berjalan tegak), artinya manusia kera yang berjalan tegak, yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di Kedung Brubus, Trinil, Ngawi di tepi sungai Bengawan Solo yang ada pada lapisan pleistosen tengah.
Jenis manusia ini mempunyai isi atau volume otak 900 cc, tulang keningnya menonjol ke muka, bagian hidung bergandeng menjadi satu. Ciri-ciri lainnya, tulang dahinya lurus ke belakang, tulang kakinya sudah cukup besar, gerahamnya masih besar.Tinggi berkisar antara 165 - 170 cm dan berat badannya sekitar 100 kg.
4)     Di daratan Asia, jenis Pithecantropus ini ditemukan di gua-gua di Chuokoutien,
Peking, Cina; maka dikenal dengan nama Pithecantropus/ Sinanthropus Pekinensis (manusia kera dari Peking). Di Afrika ditemukan di Kenya dan dikenal dengan sebutan Austrolopithecus Africanus. Pithecantropus masih hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka belum dapat memasak, jadi makanan dimakan tanpa terlebih dahulu dimasak. Mereka tinggal di tempat-tempat terbuka dan selalu hidup berkelompok.




· Homo
Jenis manusia Homo berasal dari lapisan pleistosen atas, lebih muda dari jenis-jenis manusia sebelumnya. Homo mempunyai ciri-ciri yang lebih progresif dari pada Pithecanthropus. Isi otaknya antara 1000-1200 cc, dengan rata-rata 1350-1450 cc. Tinggi tubuhnya juga bervariasi antara 130-150 cm, demikian pula beratnya antara 30-150 kg. Otaknya lebih berkembang, terutama kulit otaknya. Bagian belakang tengkorak, juga membulat dan tinggi, otak kecilnya sudah berkembang dan otot-otot tengkuk sudah banyak mengalami reduksi. Ini disebabkan oleh alat pengunyahnya yang menyusut lebih lanjut, gigi mengecil demikian pula rahang, serta otot-otot kunyahnya dan muka tidak begitu menonjol lagi ke depan. Letak tengkorak di atas tulang belakang sudah lebih seimbang. Berjalan dan berdiri lebih sempurna dan koordinasi otot sudah jauh lebih sempurna. Jenis ini antara lain:

1.      Homo Soloensis, artinya manusia dari Solo, yang ditemukan di Ngandong lembah sungai Bengawan Solo oleh Von Koenigswald pada tahun 1931-1934.
2.      Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak, yang ditemukan di lembah sungai Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Eugene Dubois tahun 1889. Homo Wajakensis hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu.
Homo Wajakensis merupakan Homo sapiens pertama di Asia.
Ditemukan olehVan Reictshotten, pada tahun 1889, di desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur


· Homo Sapiens
Homo Sapiens artinya manusia cerdas, yang ditemukan di Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Von Rietschoten pada tahun 1892. Jenis homo Sapiens berasal dari zaman Holosen atau Alluvium yang hidup kurang lebih 20.000 tahun yang lalu. Kehidupan manusia ini sudah lebih maju dari manusia pendahulunya; mereka sudah pandai memasak, menguliti binatang buruannya dan kemudian membakarnya





· Sinanthropus pekinensis
Sinanthropus pekinensis adalah manusia purba yang fosilnya ditemukan di gua naga daerah Peking negara Cina oleh Davidson Black dan Franz Weidenreich. Sinanthropus pekinensis dianggap bagian dari kelompok pithecanthropus karena memiliki ciri tubuh atau badan yang mirip serta hidup di era zaman yang bersamaan. Sinanthropus pekinensis memiliki volume isi otak sekitar kurang lebih 900 sampai 1200 cm kubik.





· Homo Rhodensiensis
Homo rhodesiensis adalah spesies hominin yang dideskripsikan dari fosil Manusia Rhodesian. Sisa fosil mereka berusia 300.000 hingga 125.000 tahun yang lalu pada zaman Pleistosen. Fosil spesies ini ditemukan pertama kali pada tahun 1921 oleh Tom Zwiglaar di Rhodesia Utara (kini Kabwe, Zambia).


· Homo floresiensis
Homo floresiensis ("Manusia Flores", dijuluki Hobbit) adalah nama yang diberikan oleh kelompok peneliti untuk spesies dari genus Homo, yang memiliki tubuh dan volume otak kecil, berdasarkan serial subfosil (sisa-sisa tubuh yang belum sepenuhnya membatu) dari sembilan individu yang ditemukan di Liang Bua, Pulau Flores, pada tahun 2001. Kesembilan sisa-sisa tulang itu menunjukkan postur paling tinggi sepinggang manusia moderen (sekitar 100 cm).
Para pakar antropologi dari tim gabungan Australia dan Indonesia berargumen menggunakan berbagai ciri-ciri, baik ukuran tengkorak, ukuran tulang, kondisi kerangka yang tidak memfosil, serta temuan-temuan sisa tulang hewan dan alat-alat di sekitarnya. Usia seri kerangka ini diperkirakan berasal dari 94.000 hingga 13.000 tahun yang lalu.

· Homo sapiens bassilus
Ditemukan di Perancis.
Ciri-cirinya adalah dahinya tidak lagi miring dan telah memiliki dagu

· Eoabthropus dowson / Piltdown
Ditemukan di Inggris.Menurut para ahli digolongkan ke dalam Homo sapiens dan diperkirakan hidup
pada zaman Divilium Muda.



Ø  Zaman dan Hasil Kebudayaan


ZAMAN ARKEOZOIKUM
n  Arkeozoikum adalah zaman tertua (zaman awal atau permulaan)
n  Dalam sejarah pekembangan bumi yang berlangsung kira – kira 2500 juta tahun yang lalu.
n  Pada zaman itu keadaan bumi belum stabil, kulit bumi masih dalam proses pembentukan dan udara masih sangat panas sehingga belum tampak tanda – tanda kehidupan.
n  Belum ada hasil kebudayaannya.

ZAMAN PALEOZAIKUM
n  Paleozaikum merupakan zaman primer kelanjutan dari Arkeozoikum.
n  Diperkirakan berlangsung sekitar 340 juta tahun yang lalu.
n  Pada masa itu, terjadi penurunan suhu yang mengakibatkan bumi lambat laun menjadi dingin.
n  Adanya tanda – tanda kehidupan yang semakin jelas, yakni dengan munculnya makhluk bersel satu seperti bakteri dan sejenis amfibi.
n  Belum ada hasil kebudayaannya.

ZAMAN MMESOZOIKUM
n  Mesozoikum disebut pula dengan zaman sekunder atau zaman reptil.
n  Berlangsung kira – kira 140 juta tahun yang lalu.
n  Pada masa ini, terjadi pertumbuhan kedua dalam tingkat kehidupan makhluk hidup.
n  Pada zaman ini muncul pula reptil raksasa (dinosaurus) dan Atlantosaurus serta jenis burung dan binatang menyusui tingkat rendah.
n  Belum ada hasil kebudayaannya.

ZAMAN NEOZOIKUM
n  Neozoikum atau kainozoikum diperkirakan berusia 60 juta tahun yang lalu.
n  Pada masa tersebut, keadaan bumi sudah mulai stabil kehidupan semakin berkembang dan beraneka ragam.
n  Pembagian zaman neozoikum antara lain sebagai berikut :
A. Zaman tersier .                            B. Zaman Kuarter

A. Zaman Tersier
·         Zaman tersier dapat disebut sebagai zaman ketiga.
·         Jenis – jenis binatang besar mulai berkurang dan telah hidup dari binatang jenis – jenis binatang menyusui, seperti kera dan monyet.
B. Zaman Kuarter
·         Zaman kuarter dapat disebut sebagai zaman keempat.
·         Mulai muncul tanda – tanda kehidupan manusia purba.
·         Zaman kuarter dibagi menjadi dua masa yaitu, masa pleistosen dan masa holosen
1.      Masa PLEISTOSEN
Masa pleistosen atau dilivum adalah zaman es atau glasial.
Berlangsung sekitar kira – kira 600.000 tahun yang lalu.
Pada masa inilah kehidupan manusia mulai ada.
Masa ini ditandai dengan mulai mencairnya es yang bertumpuk di Kutub Utara karena terjadi perubahan iklim yang terus menerus.
2.      Masa HOLOSEN
Masa holosen berlangsung sekitar 20.000 tahun yang lalu.
Pada masa ini, mulai muncul Homo Sapiens atau manusia cerdas, seperti Homo Wajakensis.
Spesies tersebut merupakan nenek moyang dari manusia modern saat ini.



Zaman Batu ( Lithikum )
n  Pada zaman batu manusia purba dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya masih menggunakan alat – alat yang terbuat dari batu.
n  Zaman Batu dibedakan menjadi 4 yaitu:

1.      Zaman Batu Tua ( Palaeolithikum )
Kehidupan manusia purba pada saat itu belum memiliki tempat tinggal yang tetap atau nomaden.
·         Peninggalan Budaya
Alat-alat batu yang digunakan pada zaman batu tua masih sangat kasar, sebab teknik pembuatannya masih sangat sederhana. Alat-alat batu ini dibuat dengan cara membenturkan antara batu yang satu dengan yang lainnya. Pecahan batu yang menyerupai bentuk kapak, mereka pergunakan sebagai alat. Berdasarkan nama tempat penemuannya, hasil-hasil kebudayaan zaman batu tua di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu : Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
·         Hasil Kebudayaan yang lainya Zaman batu tua (ringkasan)
-    Kebudayaan Pacitan
-    Kapak Genggam
-    Kapak Perimbas
-    Alat serpih (Flake)
-    Kebudayaan Ngandong
-    Kapak Genggam
-    Alat-alat tulang dan tanduk rusa
-    Alat serpih (Flake)    -    Berburu dan mengumpulkan makanan (Hunting and Food Gayhering)
·         Manusia Pendukung
Berdasarkan penemuan yang ada dapat disimpulkan bahwa pendukung kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus Erectus. Sedangkan sebagai pendukung kebudayaan Ngandong adalah Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
·         Kehidupan Sosial
Berdasarkan penemuan alat-alat Paleolithik, dapat disimpulkan bahwa manusia purba pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan (hunting and food gathering). Mereka juga hidup dengan menangkap ikan di sungai. Manusia purba pada zaman batu tua hidup berpindah-pindah (nomaden).

2.      Zaman Batu Tengah ( Mesolithikum )
Kehidupan manusia purba pada saat itu sudah mulai menetap.
·         Hasil Kebudayaan
Alat-alat batu dari zaman batu tua pada zaman batu madya masih terus digunakan dan dikembangkan serta mendapat pengaruh dari Asia Daratan, sehingga memunculkan corak tersendiri. Manusia pada zaman ini juga telah mampu membuat gerabah.

1)    Kebudayaan Tulang Sampung (Sampung Bone Culture)
Banyak alat-alat batu dan tulang dari zaman batu madya ditemukan di abri sous roche. Penelitian pertama terhadap abri sous roche dilakukan oleh Van Stein Callenfels di gua Lawa, dekat Sampung, Ponorogo, Jawa Timur dari tahun 1928 sampai 1931. Alat-alat mesolithik yang ditemukan dari gua tersebut adalah : alat-alat batu seperti mata panah dan flake, batu-batu penggiling dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Bersamaan dengan alat-alat dari Sampung ini, ditemukan pula fosil manusia Papua – Melanesoide.

2)    Kebudayaan TOALA (Flake Culture)
Penelitian di gua-gua di Lumancong, yang masih didiami oleh suku bangsa Toala, berhasil menemukan alat-alat serpih (flake), mata panah bergerigi dan alat-alat tulang. Van Stein Callenfels memastikan bahwa kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM.

3)    Kebudayaan Kapak Genggam Sumatera (Peble Culture)
Di sepanjang pesisir Sumatera Timur Laut, antara Langsa (Aceh) dan Medan ditemukan bekas-bekas tempat tinggal manusia dari zaman Batu Madya. Temuan itu berupa tumpukan kulit kerang yang membatu dan tingginya ada yang mencapai 7 meter. Dalam bahasa Denmark, tumpukan kulit kerang ini disebut Kjokkenmoddinger (sampah dapur). Bersama-sama Kjokkenmoddinger ini, Van Stein Callenfels pada tahun 1925, juga menemukan : peble (kapak genggam Sumatera), hache courte (kapak pendek), batu-batu penggiling, alu dan lesung batu, pisau batu, dan sebagainy
·         Kebudayaan Mesolithikum Yang Liannya (ringkasan)-    Kapak genggam Sumatera (pebble Culture)
-    Alat-alat tulang dan tanduk (Bone Culture)
-    Alat-alat serpih (flakes)
-    Kapak pendek (Hache courte)
-    Gerabah
-    Lukisan dinding gua   
-   Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
-   Mulai bercocok tanam secara sederhana
-   Sebagian masih nomaden, dan mulai menetap bertempat di gua-gua
-   Sebagian hidup di pesisir menangkap ikan dan kerang 
-   Aborigin (Australia)   
·         Manusia Pendukung
Pendukung kebudayaan mesolithikum adalah manusia dari ras Papua – melanesoid. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras papua melanesoid baik pada kebudayaan Tulang Sampung maupun di bukit-bukit kerang di Sumatera. Sedangkan pendukung kebudayaan Toala menurut Sarasin diperkirakan adalah nenek moyang orang Toala sekarang yang merupakan keturunan orang Wedda dari Srilangka (Ras Weddoid).
·         Kehidupan Sosial
Sebagian manusia pendukung kebudayaan mesolithikum masih tetap berburu dan mengumpulkan makanan tetapi sebagian sudah mulai bertempat tinggal menetap di gua-gua dan bercocok tanam secara sederhana. Adapula pendukung kebudayaan zaman batu madya yang hidup di pesisir. Mereka hidup dengan menangkap ikan, siput dan kerang.
·         Seni Lukis
Penemuan lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya dilakukan oleh C.H.M. Heeren Palm pada tahun 1950 di Leang Patta E. Menurut Van Heekeren gambar babi hutan di gua Leang-leang di Sulawesi Selatan berumur sekitar 4000 tahun.
·         Kepercayaan
Masyarakat Mesolithikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayat. Lukisan manusia di Pulau Seram dan Papua merupakan gambar nenek moyang dan dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Demikian halnya gambar kadal di wilayah tersebut, dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang atau kepala suku sebagai lambang kekuatan magis.

3.      Zaman Batu Muda ( Neolithikum )
Kehidupan manusia purba pada saat itu sudah mulai menetap dan bercocok tanam.
·         Hasil kebudayaan
Alat-alat batu yang dipergunakan pada zaman batu muda sudah sangat halus pembuatannya, karena mereka sudah mengenal teknik mengasah dan mengupam. Berdasarkan alat batu yang menjadi ciri khas, kebudayaan zaman batu muda di Indonesia dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : Kebudayaan Kapak Persegi dan Kebudayaan Kapak Lonjong.
·         Hasil Kebudayaan Neolithikum (ringkasan)
-    Kapak persegi
-    Kapak Lonjong
-    Kapak bahu
-    Gerabah
-    Perhiasan (gelang dan manik-manik)
-    Alat pemukul kulit kayu    -    Revolusi Neolitik
-    Hidup menetap tinggal di rumah sederhana / mulai membentuk perkampungan
-    Hidup dengan bercocok tanam dan berternak
-    Menggunakan bahasa Melayu-Polinesia (Austronesia)-Indonesia Barat.
·         Manusia Pendukung
Manusia pendukung kebudayaan kapak persegi pada zaman Neolithikum bertempat tinggal di Indonesia bagian timur. Mereka adalah dari ras proto-melayu (Melayu - Tua) yang datang ke Indonesia sekitar tahun 2000 SM. Mereka datang ke Indonesia dengan menggunakan Perahu Bercadik. Sedangkan manusia pendukung kebudayaan kapak lonjong di Indonesia bagian timur adalah Papua Melanesoide.
·         Kehidupan Sosial Budaya
Perubahan besar dalam bidang sosial budaya terjadi pada zaman batu muda. Perubahan tersebut  dikenal dengan nama Revolusi Neolithik yaitu perubahan dari mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi menghasilkan makanan (food producing), dari kehidupan berpindah-pindah (nomaden) menjadi kehidupan menetap.
·         Kepercayaan
Masyarakat zaman Neolithikum mempercayai adanya kekuatan “diluar” kekuatan manusia. Kepercayaan mereka dikenal dengan sebutan Animisme yaitu kepercayaan tentang adanya ruh-ruh yang memiliki kekuatan di alam gaib. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan karena ditempati atau merupakan perwujudan dari ruh.

4.     Zaman Batu besar (Megalithikum)
Kebudayaan Megalithikum
adalah kebudayaan yang utamanya menghasilkan bangunan-bangunan yang terbuat dari batu-batu besar. Kebudayaan Megalithikum muncul pada zaman neolithikum dan berkembang luas pada zaman logam. Adapun hasil-hasil terpenting dari kebudayaan megalithikum adalah :
1.    Menhir
2.    Dolmen
3.    Sarkofagus
4.    Kubur peti batu
5.    Waruga
6.    Punden Berundak
7.    Arca.


Zaman Logam
n  Kebudayaan manusia purba pada zaman logam sudah jauh lebih tinggi dan maju jika dibandingkan dengan zaman batu.
n  Pada zaman logam ini penduduk Indonesia telah mampu mengolah dan melebur logam. Kepandaian ini diperoleh setelah mereka menerima pengaruh dari kebudayaan Dongsong (Vietnam) yaitu kebudayaan Perunggu di Asia Tenggara yang menyebar ke Indonesia sekitar tahun 500 SM.
n  Hasil-hasil kebudayaan
Pada zaman logam manusia sudah mampu melebur dan mengolah logam menjadi alat-alat untuk keperluan sehari-hari atau alat upacara. Hasil-hasil kebudayaan dari zaman logam diantaranya sebagai berikut :
1.Kapak Corong
2.    Nekara
3.    Bejana Perunggu
4.    Arca-arca
5.    Benda-benda perunggu lain
6.    Benda-benda besi
7.    Gerabah

n  Pada Teknologi
Benda-benda perunggu yang ditemukan dari zaman logam dibuat dengan menggunakan 2 teknik, yaitu :
1.    Teknik Bivalve (Setangkap)
2.    Teknik a cire perdue (cetakan lilin)

n   Manusia pendukung
Pendukung utama kebudayaan perunggu di Indonesia adalah pendatang baru dari Asia Tenggara Daratan. Mereka adalah penduduk Deutro Melayu (Melayu Muda) dengan membawa kebudayaan Dongsong (Vietnam) yaitu kebudayaan perunggu Asia Tenggara.

n  Kehidupan sosial budaya
Pada zaman logam manusia di Indonesia hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Mereka hidup dalam perkampungan-perkampungan yang makin teratur dan terpimpin. Bukti-bukti sisa tempat kediaman mereka ditemukan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumbawa, Sumba dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

n  Pelayaran
Pengetahuan manusia pada zaman logam dalam berbagai bidang meningkat pesat. Ilmu tentang perbintangan (astronomi) dan iklim telah dikuasai untuk mengatur kegiatan pertanian dan pelayaran. Hornell menyimpulkan bahwa perahu bercadik atau perahu bersayap adalah perahu khusus dari Indonesia.

Zaman Logam dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Zaman tembaga                           b. Zaman perunggu                         c. Zaman besi
a.       Zaman Tembaga
·         Pada zaman tembaga manusia purba sudah memanfaatkan logam tembaga yang dapat digunakan untuk alat – alat rumah tangga.
·         Tetapi proses pembentukannya masih sangat sederhana.
b.      Zaman Perunggu
·         Pada zaman perunggu manusia purba sudah mampu membuat peralatan dari perunggu yang terbuat dari hasil campuran antara tembaga dan timah.
·         Peralatan ini mempunyai sifat yang lebih keras daripada tembaga dan bentuknya sudah lebih halus.
c.       Zaman Besi
·         Pada zaman besi manusia purba sudah mampu melebur bijih besi yang dibentuk sedemikian rupa meskipun masih kasar.
·         Bijih besi dilebur dan dibentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti peralatan rumah tangga, berburu, dan bertani.


Ø  Tambahan: Pembagian Zaman Menurut Corak Kehidupan
ü  Masa Berburu
§  Kehidupan manusia purba pada masa berburu selalu berpindah – pindah atau nomaden.
§  Karena selalu mencari binatang buruan dan bahan makanan yang disediakan oleh alam berupa binatang, Hal ini disebut dengan “food gathering”.
ü  Masa Meramu
§  Kehidupan manusia purba pada masa meramu hampir sama dengan masa berburu yaitu selalu berpindah – pindah atau nomaden.
§  Berbeda dengan masa berburu, pada masa meramu manusia purba mencari bahan makanan berupa tumbuh – tumbuhan, hal ini disebut sebagai  food gathering”.
ü  Masa Bercocok Tanam
§  Kehidupan manusia terus berkembang lebih maju, yang kemudian mengenal bercocok tanam.
§  Meskipun demikian kehidupan berburu dan meramu belum sepenuhnya ditinggalkan.
















































KEHIDUPAN MASYARAKAT BERBURU DAN BERCOCOK TANAM

KEHIDUPAN MASYARAKAT BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN


1.    Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ini sangat sederhana. Kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan, karena tergantung pada apa yang disediakan oleh alam. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal di alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di goa dan dilembah-lembah. Di samping itu, lingkungan alam kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan belum stabil dan masih liar. Binatang buas menjadi penghalang bagi manusia untuk melaksanakan kehidupannya.
Dengan keadaan alam yang sangat berbahaya itu, manusia dalam melakukan perjalanannya cenderung melalui atau menyusuri tepi-tepi sungai. Dalam perjalanan menyusuri sungai inilah timbul pikiran mereka untuk membuat rakit-rakit. Bahkan pada masa selanjutnya mereka dapat menciptakan perahu sebagai sarana perjaalan untuk melalui sungai.


2.    Kehidupan Sosial
Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal kehidupan kelompok. Jumlah anggota dalam tiap kolompok sekitar 10-15 orang. Mereka hidup selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Perpindahan yang mereka lakukan itu semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam hutan. Dan setelah persediaan dalam hutan habis, mereka terus mencari tempat berburu lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehidupan seperti ini terjadi secara berulang-ulang dari satu tempat ke tempat lain.
Hubungan antara anggota kelompok sangat erat. Mereka bekerja secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan lain atau serangan binatang buas. Meskipun dalam kehidupan yang masih sederhana, mereka telah mengenal adanya pembagian tugas kerja. Kaum laki-laki biasanya bertugas untuk berburu dan kaum perempuan bertugas untuk memelihara anak serta mengumpulkan buah-buahan dari hutan. Masing-masing kelompok itu. Memiliki pemimpin yang sangat ditaati dan sangat dihormati oleh anggota kelompoknya. 

3.    Kehidupan Budaya


              Pada kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, manusia lebih  senang memilih goa-goa sebagai tempat tinggalnya. Dari sisni mereka mulai tumbuh dan berkembang. Mereka mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah, dan alat lainnya. Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat-alat tersebut adalah jenis manusia Pithecantropus dan kebudayaannya disebut tradisi Paleolintikum (batu tua). Alat-alat tersebut banyak ditemukan di Kali Baksoka, daerah Kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan kemudian disebut budaya Pacitan. Penelitian ini dilakukan oleh H.R van Heekeren, Besuki, dan R.P Soejono (1953-1954). Budaya Pacitan ini dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya batu paling awal di indonesia dan paling banyak jumlahnya.
           Penemuan sejenis juga terdapat di daerah Jampang Kulon(Sukabumi) yang diteliti oleh D. Erdbrink di Gombong, Perigi, dan Tambang Sawah (Bengkulu) diteliti oleh J.H Houbalt, di Lahat, Kalianda(Sumatra Selatan), Sembiran Trunyan (Bali), Wangka, Maumere (Flores), Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan Timur), dan Cabbenge (Sulawesi Selatan).

Benda-benda hasil kebudayaan zaman tersebut adalah sebagai berikut:

A.   Kapak perimbas 
kapak perimbas tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggengam. Penelitian terhadap kapak ini dilakukan di daerah punung (Kabupaten Pacitan) oleh von koenigwald(1935). Sedangkan para ahli lainnya juga mengadakan penelitian pada tempat-tempat lain di seluruh wilayah Indonesia, sehingga kapak primbas tidak hanya ditemukan di Pacitan melainkan juga pada tempat-tempat seperti Sukabumi, Ciamis, Gombong, Bengkulu, Lahat (Sumatera), Bali, Flores dan Timor. Para ahli sejarah mengambil suatu kesimpulan bahwa alat-alat itu berasal dari lapisan yang sama dengan Pithecantropus erectus dan diperkirakan juga bahwa Pithecantroupus erectus inilah pembuatanya. Tempat penemuan kapak perimbas di luar wilayah Indonesia seperti Pakistan, Myanmar(Birma), Malaysia,Cina,Thailand,Filipina dan Vietnam.


B.   Kapak Penetak 
kapak penetak memilki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas. Kapak penetak ini bentuknya lebih besar dari kapak perimbas dan cara pembuatannya masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu, atau disesuaikan dengan kebutuhannya. Kapak penetak itu ditemukan hampir diseluruh wilayah Indonesia.
C.   Kapak Genggam 
kapak genggam memiliki bentuk hampir sama dengan kapak perimbas dan kapak penetak. Tetapi bentuknya jauh lebih kecil. Kapak genggam dibuat masih sangat sederhana dan belum diasah. Kapak ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara pemakaian digenggam pada ujungnya yang lebih kecil.
D.   Pahat Genggam 
Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Para ahli mentasfirkan bahwa pahat genggam mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi-ubian yang dapat dimakan.
E.   Alat Serpih 
Alat serpih memiliki bentuk sangat sederhana dan berdasarkan bentuknya alat-alat itu diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk. Dengan alat manusia purba mengupas, memotong, dan juga menggali makanan. Alat serpih ini juga ditemukan oleh von Koeningswald pada tahun 1934 di daerah sangiran (Kabupaten Surakarta). Tempat-tempat penemuan lainnya di Indonesia antara lain Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere(Flores) dan Timor. Alat-alat serpih sangat kecil dan berukuran 10-12cm serta banyak ditemukan pada goa-goa tempat tinggal mereka pada waktu itu.  Pada umumnya goa-goa tidak terganggu keadaannya, maka apa yang ditinggalkan oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan seperti ditinggalkan oleh penguninya, sehingga goa-goa menjadi salah satu sasaran para ahli untuk penelitian.
F.    Alat-alat dari Tulang 
Alat-alat dari tulang dibuat dari tulang-tulang binatangburuan. Alat-alat yang dibuat dari tulang antara lain pisau, belati, mata tombak, mata panah, dan lain-lainnya. Peralatan dari tulang it banyak ditemukan di Ngandong.

4.    Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Pada masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan, manusia bekerja bersama-sama dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam suatu kelompok yang masih sedikit itu, mereka dapat dengan mudah memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup dari apa yang telah tersedia di dalam hutan. Bahkan ketika persediaan yang ada di hutan habis, maka mereka pindah untuk menemukan daerah yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
5.    Kehidupan Kepercayaan Masyarakat
Penemuan kuburan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan menunjukan bahwa masyarakat pada masa itu sudah memiliki anggapan tertentu dan memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Dengan sistem penguburan yang dilakukan oleh manusia purba terhadap anggota masyarakatnya yang meninggal, menyebabkan tingkat kehidupan manusia sudah lebih tinggi dari tingkat makhluk hidup lainnya. Dan pada masa itu manusia telah dapat mempergunakan akal pikirannya, walaupun terbatas hanya pada hal-hal tertentu saja. Tetapi dengan adanya pelaksanaan penguburan terhadap orang meninggal. Telah menjadi salah satu indikasi awal munculnya kepercayaan tentang adanya hubungan antara orang yang sudah meninggal dan yang masih hidup sudah diyakinni.









Kehidupan Masyarakat Beternak dan Bercocok Tanam

1.Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkanhutan dan menanamnya, setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencaribagian hutan yang lain. Kemudian mereka mengulang pekerjaan membuka hutan,
demikian seterusnya. Namun dalam perkembangan berikutnya, manusia mulai memikirkan kembali untuk hidup dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan. Kehidupan menetap yang dipilih manusia pada masa lampau itu merupakan titik awal dari perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang cukup pesat. Masyarakat mulai mempunyai tempat tinggal tetap. Tempat tinggal tetap untuk mempererat hubugan antar manusia, yang menunjukkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong.  Cara hidup bergotong royong itu bersifat agraris.

3. Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan kehidupan masyarakat semakin bertambah, namun tidak ada anggota masyarakat yang dapat memenuhi kehidupannya sendiri. Dengan kenyataan seperti ini, dalam rangka memenuhi kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan barang yang disebut sistem barter. Sistem barter ini menjadi awal munculnya perdagangan atau sistem perekonomian masyarakat. Untuk memperlancar kegiatan tersebut dibutuhkan tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang disebut pasar.

4. Sistem Kepercayaan Masyarakat ž
Pada masa kehidupan bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin bertambah. Mereka percaya bahwam orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke suatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya atau tetap berada di wilayah di sekitar tempat tinggalnya sehingga sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk dimintai bantuannya dalam kasus seperti menanggulangi wabah penyakit atau mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang tempat tinggalnya. Di Indonesia, kepercayaan dan pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui peninggalan-peninggalan tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan mengalithikum. Bangunan-bangunan itu banyak ditemukan di tempat-tempat tinggi dari daerah sekitarnya sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada di tempat yang lebih tinggi.

5. Kehidupan Budaya
Pada masa kehidupan bercocok tanam kebudayaan yang dihasilkan semakin beragam seperti yang terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang. Contohnya:

1.Beliung Persegi
diduga digunakan untuk upacara. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu dan Asia Tenggara.
2. Kapak Lonjong
Kapak ini ditemukan di daerah Maluku, Papua, sebagian Sulawesi Utara, Kepulauan Filipina, Taiwan dan Cina.
3. Mata Panah
Digunakan untuk berburu dan menangkap ikan. Ditemukan di daerah Papua.
4. Gerabah
Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan dan sebagai alat untuk mencurahkan rasa seni. Ditemukan di seluruh wilayah Indonesia.
6. Perhiasan
Pada masa bercocok tanam kebudayan, telah dikenal berbagai bentuk perhiasan. Bahan dasarnya berasal dari lingkungan alam sekitar tempat tinggal mereka yaitu; seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Perhiasaan yang dihasilkan yaitu; seperti kalung, gelang dan lain-lain.
Disamping perhiasan tersebut juga ditemukan kebudayaan yang terbuat dari batu besar atau Megalitikum pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam. Kebudayaan megalitikum erat kaitannya dengan kegiatan religius, yaitu kepercayaan terhadap nenek moyang. Bangunan ini dibuat berdasarkan adanya kepercayaan hubungan antara alam fana dan alam baka. Contoh Bangunan Pada Masa Megalitikum
ž
Menhir, adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang,
ditemukan di daerah Sumatera, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
ž

Waruga, adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari batu
utuh. Ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
ž
Dolmen, adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu.
Ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat.
 ž
Punden berundak-undak, adalah bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang dibuat bertingkat-tingkat. Ditemukan di daerah Lebak Si Beduk daerah Banten Selatan.
ž
Sarkofagus, adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat (batu tunggal).
Banyak ditemukan di Bali.
ž
Kubur batu, adalahb peti jenazah terbuat dari batu pipih. Banyak ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
ž
Arca, arca dari masa megalitikum menggambarkan kehidupan binatang dan
manusia. Banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.







Perkembangan Teknologi Masyarakat Awal Indonesia

1. Keadaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan menetap manusia sudah dapat menghasilkan kebutuhannya sendiri, meskipun tidak seluruhnya. Pengenalan teknologi pada masa itu terlihat jelas pada teknik pembuatan tempat tinggal atau peralatan-peralatan yang mereka gunakan untuk membantu upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika manusia mulai mengenal logam, manusia telah dapat menggunakan peralatan yang terbuat dari logam, seperti peralatan rumah tangga, pertanian, berburu, berkebun, dll. Tetapi dengan meluasnya penggunaan peralatan yang terbuat dari logam, peralatan tersebut dibuat oleh orang yang ahli dibidangnya yang disebut undagi dan tempat pembuatan alat tersebut disebut perundagian.
Dalam perkembangan teknologi awal ini, masyarakat Indonesia juga mulai mengenal benda-benda yang terbuat dari logam dan perunggu. Hal ini terbukti karena ditemukannya benda-benda dari perunggu di beberapa wilayah di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa seiring dengan mulai dikenalnya logam, pola pikir dan teknologi manusia berkembang.

2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Masa perundagian adalah masa manusia telah mengenal logam. Masa perundagian sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah Indonesia, karena pada masa ini terjalin hubungan dengan daerah-daerah disekitar Indonesia. Hubungan ini terjadi karena bahan-bahan dari logam yang tersedia menyebar di tempat-tempat tertentu dan untuk mendapatkannya dilakukan sistem barter. Pada masa ini juga menjadi dasar bertumbuh kembangnya kerajaan-kerajaan di Indonesia peninggalan-peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya Indonesia. Kemakmuran masyarakat diketahui melalui perkembangan teknik pertanian. Masyarakat persawahan terus berkembang dengan pesat termasuk pada aktivitas ekonominya.

3. Kehidupan Budaya Masyarakat
Benda-benda peninggalan bangsa Indonesia yang terbuat dari logam diantaranya:

Nekara Perunggu
Fungsinya sebagai pelengkap upacara untuk memohon turunnya, hujan dan sebagai genderang perang. Banyak ditemukan di daerah timur Indonesia.

Kapak Perunggu
Ada yang berbentuk pahat, jantung atau tembilang.

Bejana Perunggu
Bentuknya mirip gitar spanyol tanpa tangkai. Ditemukan di daerah Madura dan Sumatera

Arca Perunggu
Ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, Lumajang, Bogor dan Palembang.

Perhiasan
Ditemukan di daerah Bogor, Bali, Malang.








Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia

1.Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia berawal dari kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Pada umunya mereka hidup berpindah-pindah. Namun, dalam perkembangannya mereka mulai menetap, menetap di goa-goa yang di tepi pantai atau di pedalaman. Orang mulai memiliki pandangan bahwa hidup tidak berhenti setelah orang meninggal. Orang yang meninggal dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Inti kepercayaan terhadap roh nenek moyang terus berkembang dari zaman-zaman.
2. Kepercayaan Bersifat Animisme
Animisme merupakan kepercayaan masyarakat terhadap benda yang dianggap memiliki roh atau jiwa.
Awal munculnya kepercayaan ini didasari dari berbagai pengalaman masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu muncul kepercayaan terhadap benda-benda pusaka yang dipandang memiliki roh yang dianggap dapat memberi petunjuk tentang berbagai hal yang berkembang dalam masyarakat. Contohnya sebilah keris yang dianggap pusaka. Kepercayaan seperti ini masih berkembang hingga sekarang.
3. Kepercayaan Bersifat Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memilki kekuatan gaib.
Contohnya batu cincin dipandang mempuyai kekuatan untuk melemahkan lawan.
4. Kepercayaan Bersifat Monoisme
Monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dari masyarakat. .